17 Jan 2011

SBY dan Marzuki Alie Dituding Bohong: Konspirasi Menuju Pemakjulan?

SBY dan Marzuki Alie Dituding Bohong: Konspirasi Menuju Pemakjulan?


OPINI | 17 January 2011 | 03:242231 Aktual.


Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (eramuslim.com)
Ditengah ramainya tudingan SBY melakukan kebohongan publik, tudingan serupa juga dialamatkan kepada Ketua DPR -yang juga kader Partai Demokrat dituding bohong? konspirasi tudingan menuju pemakzulan? -kalau saya menyebutnya pemakjulan (orang Sunda, susah membedakan “J” sama “Z”. Maksudnya sama impeachment).


Ketua DPR Marzuki Alie dituding membohongi publik, terkait dengan pernyataannya bahwa semua fraksi menyetujui pembangunan gedung baru DPR.


Fraksi Gerindra sejak awal menolak pembangunan Hedung baru DPR. Fraksi Hanura memastikan tetap pada sikap semula, yaitu menolak rencana pembangunan gedung baru DPR senilai Rp 1,3 triliun. Sementara itu Fraksi PDIP menolak pembangunan gedung jika tidak sederhana.


Nuansa konspirasi dalam membangun mosi tidak percaya pada pemerintah sangat kentara. Setidaknya ini menurut saya. Rakyat awam melihat bahwa tudingan kepada SBY cukup beralasan. Apalagi yang melemparkan isu (baca menyampaikan pernyataan) adalah Tokoh Lintas Agama yang dianggap terlepas dari kepentingan.


Sementara itu tudingan yang dialamatkan kepada Marzuki Alie, adalah sebagi upaya melemahkan bargaining position dengan membangun opini publik. Konflik pertama antar-anggota DPR yang cukup menjadi alasan untuk itu, adalah ketika kisruh di gedung DPR tatkala keputusan Marzuki Alie dalam membahas Kasus Bank Century.


Rapat Tim Pengawas kasus Bank Century (DPR) dengan Tim Pemburu Aset Century memanas. Hal ini dipicu oleh kebijakan pimpinan rapat, Marzuki Alie yang membatasi waktu masing-masing anggota Tim Pengawas untuk menyampaikan pendapat dan pertanyaannya. Hal inilah yang menjadi ‘dendam politik’ sesama anggota DPR.


Benarkah demikian?


Mendengar tudingan telah melakukan kebohongan publik, SBY maupun Marzuki Alie meradang. Berbagi upaya kalirifikasi telah dilakukan. Pro-kontra pun bermunculan. Pandangan yang menganggap bahwa kebohongan itu terjadi, adapula pembelaan bahwa tidak ada kebohongan bahkan ada yang memelintir istilah bahwa itu bukan kebohongan, tetapi tidak berhasil, tidak performed dan sejenisnya.


Ada beberapa hal yang perlu kita simak:


Pemerintah terlalu mengedepankan retorika yang dituding lips service belaka. Celakanya segenap bangsa Indonesia merekamnya, mencatatnya untuk kemudian dikonfrotasikan dengan retorika pemerintah lainnya.
Lebih berat lagi konfrontasi retorika pemerintah dengan fakta empiris yang mudah dilihat seluruh rakyat Indonesia.
Akibat dari kurang jelinya dalam memberikan press conference dan publikasi pencitraan lainnya, kini Pemerintah menjadi “Sasaran Tembak” DPR.
Oleh karenanya jalan menuju pemakzulan (impeachment) sedang disusun oleh lawan pemerintah. Dalam hal ini SBY yang dipilih langsung oleh rakyat, menjadi tidak ada artinya karena dapat digulingkan oleh DPR via MPR (yang anggota sebagian besar anggota DPR yang menata jalan impeachment).
Kini DPR menjadi lembaga superbody, yang dapat mengancam membubarkan pemerintah, sementara DPR hanya bisa bubar melalui pemilu 5 tahunan.
DPR menjadi lebih angkuh. Segala tindakannya sulit dibendung oleh pemerintah, karena satu sama lain kerap melakukan manuver politiknya. “Orang-orang” pemerintah di DPR kurang lihai dalam memainkan drama di panggung DPR.
Fraksi Partai Demokrat kurang mampu melakukan pendekatan kepada anggota dari fraksi Partai seniornya. Akibatnya, mereka tidak mampu menjalankan peran sebagai “benteng” pemerintah.
Hari-hari ke depan Pemerintahan SBY dan Partai Demokrat akan diuji lebih serius dalam menunjukkan bahwa mereka layak eksis. Partai senior seperti Golkar dan PDIP telah melalui masa-masa sulit mereka. Sejenak mereka terpuruk, mungkin kini saatnya mereka mengambil alih.


Sekretariat Bersama Partai Koalisi adalah salah satu yang merontokkan kekuatan pemerintah. Kreasi politik ini tidak serta merta memuluskan jalannya roda pemerintahan SBY. Dari jumlah partai koalisi yang ada, sangat sulit menjalankan sistem pemerintahan presidensial dengan sistem multipartai.


Salam


Agus Haris


**** Penulis aktif di Dumala Pustaka ****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar